Politik pecah belah, politik adu domba, atau divide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Awalnya, politik pecah belah merupakan strategi perang yang diterapkan oleh bangsa-bangsa kolonialis mulai pada abad 15 (Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis). Bangsa-bangsa tersebut melakukan ekspansi dan penaklukan untuk mencari sumber-sumber kekayaan alam, terutama di wilayah tropis. Seiring dengan waktu, metode penaklukan mereka mengalami perkembangan, sehingga politik pecah belah tidak lagi sekadar sebagai strategi perang namun lebih menjadi strategi Politik kekuasaan.

Politik Pecah Belah di Indonesia

Politik pecah belah termasuk strategi yang digunakan oleh penjajah kolonial Belanda mengadu domba antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan anggota-anggota kerajaan (pangeran-pangeran) yang tidak puas dengan pemerintahan raja kerajaan-kerajaan tersebut.

Politik Pecah Belah di Jawa

Belanda (VOC) menjalankan politik pecah belah antara lain di Kesultanan Mataram dengan hasil Perjanjian Mataram dan VOC tahun 1743, Perjanjian Giyanti (1755) yang membagi Kesultanan Mataram antara Surakarta dan Yogyakarta, Perjanjian Salatiga (1757) yang membagi Surakarta dengan Mangkunegaran, serta Perjanjian 1813 (dengan pemerintah Inggris) yang membagi Yogyakarta dengan Pakualaman.

Selain itu perjanjian yang lain di antaranya adalah Perjanjian Cirebon 1688 yang membagi-bagi Kesultanan Cirebon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *